Puasa Dalam Tradisi Lintas Agama*

 



Puasa sejatinya merupakan  upaya kita dalam mengikuti ujian diri. Sebuah langkah preventif guna mencegah dari tindakan-tindakan yang merugikan bagi diri sendiri dan orang lain. Dijalani seharian penuh dimulai dari waktu imsak hingga terbenamnya matahari yang ditandai dari berkumandangnya adzan maghrib. Saat itulah,  kita berusaha sekuat tenaga untuk bisa menghindari dari segala bentuk perbuatan yang dapat membatalkan ibadah puasa, baik makan-minum, melakukan hubungan seksual, dan yang lainnya sesuai dogma yang diatur dalam Islam.

Dengan kerahmatan dan ganjaran pahala yang berlipat ganda setidaknya menjadi oase di tengah rasa dahaga yang senantiasa menguji iman dan puasa kita untuk segera mengakhiri. Limpahan pahala itulah bisa kita lakukan dengan istiqamah melakukan rutinitas yang mengandung nilai ibadah.  Seperti halnya shalat tarawih di setiap malam selepas shalat isya, dilanjut dengan kegiatan tadarus Al-Qur’an.

Tidak hanya itu selepas bangun tidur kita mengupayakan untuk bisa shalat tahajjud sembari bermunajat agar segera diwujudkan segala hajat kita dan berlanjut dengan  makan sahur sambil menunggu berkumandangnya adzan Subuh. Dan tradisi membaca Al-Qur’an sehabis shalat Fardhu juga tak kalah penting meski hanya selembar setiap selesai shalat adalah lebih utama dari pada tidak sama sekali apalagi sampai 1 jus, jelas sangat bermamfaat sekali.

Pagi hari sampai menjelang adzan maghrib adalah saat-saat kita untuk beraktifitas; mencari nafkah demi kebutuhan keluarga biasanya di lakukan setengah hari. Hal ini diupayakan agar imun tubuh tetap terjaga, terlebih di musim kemarau yang menuntut semua orang untuk mengistirahatkan tubuhnya ke tempat tidur selepas bekerja.

Detik-detik berkumandangnya adzan maghrib sebagai tanda  buka puasa telah tiba, adalah saat yang paling dinantikan oleh mereka yang berpuasa. Agar penantian yang dijalani tidak memunculkan sikap kebosanan dengan menunggu dan terus menunggu,  maka melakukan ngabuburit (kegiatan menunggu waktu berbuka puasa) sebagai pilihan. Tak jarang jika dijalan-jalan, di tempat wisata, di pusat perbelanjaan dan di sudut-sudut keramaian lainnya, seringkali dipadati oleh  orang-orang yang hilir mudik.



Pemandangan semacam ini sudah lumrah dilakukan di bulan suci ramadhan dan merupakan kewajiban ibadah bagi setiap umat Islam. Jika di cermati lebih jauh ternyata kewajiban berpuasa tidak saja dilakukan oleh mereka yang beragama Islam. Agama-agama lain juga turut melaksanakan ibadah puasa, seperti yang kita dapati dalam agama Hindu, Kristen, Yahudi dan Budha.

Dalam tradisi agama Hindu, puasa disebut dengan istilah upawasa. Umat Hindu di India berpuasa pada hari-hari besar tertentu, seperti Maha-Shivatri dan puasa sembilan hari pada festival Navaratri. Puasa pada Shivaratri juga dipraktekkan di Bali dengan tidak makan dan minum dimulai sejak matahari terbit  sampai dengan matahari terbenam. Pada hari Nyepi, Umat Hindu Bali juga berpuasa sejak fajar hingga fajar berikutnya.

Umat Kristiani melakukan puasa pada Jum’at Agung, saat peringatan wafatnya Yesus. Kristen Ortodoks Yunani melakukan puasa 40 hari sebelum Natal dan 48 hari sebelum Paskah. Puasa ini dilakukan  dengan menahan diro dari makanan tertentu, seperti telur, daging dan alkohol. Adalagi puasa Daniel yang dilakukan sebagian umat kristiani. Puasa ini mirip diet vegan karena hanya makan sayuran, buah, gandum, dan biji-bijian. Biasanya dilakukan sepanjang 21 hari selama setahun.

Dalam tradisi umat Yahudi berpuasa di Yom Kippur, yang merupakan hari ke sepuluh dari bu;lan ke tujuh dalam kalender Yahudi. Lamanya berpuasa adalah 25 jam tiada henti, yanng dimulai sebelum matahari terbenam. Dalam puasa ini, mereka tak makan, minnum, bekerja, menyopir, berbelanja, dan menghindari kesenangan fisik. Selama 25 jam ini, hidup akan diisi dengan beribadah.

Sedangkan dalam tradisi agama Budha, puasa disebut dengan istilah vassa. Puasa umumnya hanya dilakukan oleh para biksu. Secara umum, umat Budha berpuasa sepanjang tahun dalam bentuk diet dari makanan tertentu, seperti daging, alkohol, keju, dan susu. Namun, ada beberapa perbedaan dalam berbagai tradisi di Budha. Theravada berpuasa tiga bulan pada musim hujan. Puasa ini dilakukan selama 12 jam. Vajrayana di Tibet melakukan puasa selama dua hari penuh sebagai bagian dari perayaan Nyungne. Pada saat berpuasa, pelakunya bahkan dilarang berbicara. (Ahmad Najib Burhani, 2021)

Perbedaan tradisi dalam ibadah puasa yang terjadi dalam  agama-agama lain itu setidaknya sebagai wujud penghambaan kepada tuhannya. Sebuah upaya pembersihan diri dari dosa yang dilakukan dan nantinya di masa depan dapat mendatangkan kemaslahatan hidup. Tradisi-tradisi dalam puasa tersebut yang berlatar dari keyakinan akan penghambaan diri kepada tuhannya, setidaknya lebih menyadarkan kita sebagai umat Islam bahwa puasa Ramadhan adalah sebuah kesempatan besar yang telah didedikasikan nabi Muhammad Saw. kepada umatnya agar lebih mendekatkan diri kepada sang pencipta dengan cara istiqamah melakukan ibadah hingga hari kemenangan tiba nantinya.

 

                                                *Puasa hari kesebelas dalam Ramadhan 1442 H/ 2021 M.

*Hazin Ma Leo. Penulis lepas, tinggal di Denpasar Bali. Berdedikasi sebagai guru agama Islam di SMKN 4 Denpasar dan SD Insan Prestasi School Denpasar.

  

Comments

Popular posts from this blog

Peran Syu’abul Iman Dalam Menata Kehidupan

Materi PAI Kelas VII tentang Hukum Bacaan Gunnah Dalam Q.S. al-Anbiya’/21: 30 dan Q.S. al-A’raf/7: 54

Materi PAI Kelas XI tentang Konsep Dasar Khutbah, Tabligh dan Dakwah